Batu Bara | mediaberantaskriminal.com – Polemik Status Lahan di Tepi Pantai Perupuk Kecamatan Lima Puluh Pesisir Kabupaten Batu Bara yang Viral di Media Massa maupun Media Sosial Semakin Seru Dengan Cuitan Pemilik Akun Facebook Elfi Haris Syasi, Kamis (26/11/2020).
Pada pembukaan statusnya Elfi Haris Syasi menulis : Cerita di Tepi Pantai Sejarah…..
(Di tulis karena banyak pertanyaan/chat dari kawan2 terkait Permasalahan Pantai Sejarah). Disebutkan pada statusnya masalah Kawasan Hutan Mangrove di Pantai Sejarah, menurutnya sebenarnya terasa aneh bagi penduduk asli di Desa Perupuk. Karena di Pantai sejarah itu awalnya tidah ada hutan Mangrove.
Elfi menyodorkan bukti, salah satu alasan Jepang memilih mendarat di Pantai sejarah tahun 1942 adalah karena hamparan pasir putih di pantai tersebut (lihat pendapat Dr Ichwan Azhari, sejarawan UNIMED).
Jepang tidak mendarat diarea hutan karena disamping sulitnya pendaratan, juga khawatir diserang secara tertutup. Jadi sejak tahun 1942, mungkin dari sebelumnya lagi, disebutkan bahwa ditepi pantai sejarah adalah hamparan pasir putih.
“Mungkin 1942 terlalu lama; kita lihat tahun 80-an. Pantai sejarah adalah area kami bermain. Kami sering berjalan kaki dari pekan perupuk (sekitar kuala sungai perupuk) sampai ke tepi Pantai Sejarah. Yang dilalui semuanya Pantai Pasir Putih. Tidak ada mangrove.
Yang ada hanya Pohon Pandan laut (Pandanus odorifer) yang tidak berduri. Di Laut depan pantai sejarah ada tanah dangkal berpasir, yang di Batu Bara disebut Boting,” paparnya.
Menurut asumsinya, hutan mangrove di sebagian kawasan muncul setelah tahun 2000-an, akibat pendangkalan yang tidak dibersihkan. Pernah diajukan usul untuk pengerukan ke pemerintah, namun belum terlaksana.
Elfi pada tulisannya mengutip tulisan Lutfia Zahra dkk, dari Departemen Kehutanan IPB, kalau disebut jalur hijau (Green Bel) itu sama artinya dengan kawasan Mangrove di pinggir pantai.
“Seandainya kita berasumsi ini Jalur Hijau; dijalur hijau tidak boleh dilakukan penebangan pohon, apalagi mendirikan bangunan. meskipun itu bangunan pemerintah. Saat ini dipantai sejarah berdiri kokoh Kantor pemerintahan,” tulisnya lagi.
Sebagai putra daerah Perupuk, Elfi Haris dengan lugas mengisahkan fakta Sejarah di tahun 1970-an yakni, berdiri banyak bangunan.
“Yang istimewa sekali adalah bangunan pusat penelitian Udang, mungkin bisa kita sebut tambak udang di darat,” imbuhnya.
Sebenarnya berdirinya bangunan itu tidak salah. Sejarah membuktikan di tahun 1970-an, di Pantai sejarah telah berdiri banyak bangunan. Yang istimewa sekali adalah bangunan pusat penelitian Udang, mungkin bisa kita sebut tambak udang di darat. Seluruh bangunan terbuat dari kaca. Dinding dan atap dari kaca. Kita akan terkagum-kagum melihat/ menyaksikan udang hidup di dalam bangunan kaca. mirip aquarium raksasa.
Dikisahkan, di sekelilingnya juga berdiri bangunan-bangunan lain, termasuk juga perumahan untuk karyawan.
Sumur tua yang saat ini ada disebelah situs Jepang, merupakan bukti sejarah. Sumur yang biasa digunakan karyawan dan warga dulu. “Jadi layak kah di situ kita sebut JALUR HIJAU?,” tanyanya.
Menurut Elfi, masih ada satu lagi asumsi bahwa Pantai sejarah dan seluruh pinggir laut di desa perupuk dan gambus laut adalah Kawasan Hak Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKM).
Ini lebih aneh lagi; seluruh kawasan pinggir pantai di Desa Perupuk dan Gambus Laut itu merupakan milik masyarakat (kecuali tanah yang berasal dari endapan lumpur/tanah tumbuh).
Masyarakat mempunyai surat yang sah dikeluarkan pemerintah; baik itu Camat, Notaris, Kepala Desa ataupun mungkin sudah ada yang sertifikat BPN. Yang pasti yang mengeluarkan adalah aparat yang memang mempunyai hak untuk itu.
“Kalau saat ini pemerintah masih mengeluarkan Hak Pengelolaan, untuk tanah yang telah memiliki bukti kepemilikan yang sah, pasti ada kekeliruan”, sebutnya.
Dikhawatirkan Elfi, dampak dari kekeliruan cukup besar; masyarakat bisa kehilangan Hak Milik atas tanah; atau sebaliknya pemegang Hak Pengelolaan tidak mempunyai kawasan yang akan di kelola.
“Itulah eksistensi Pantai Sejarah. Jika sekarang ada permasalahan penguasaan lahan di kawasan Pantai Sejarah dan seluruh pinggir laut di Desa Perupuk dan Gambus Laut; Bagi saya secara pribadi biasa saja.
Tapi bagi masyarakat yang awam hukum, yang menggantungkan hidup di tanah milik mereka tersebut, sangat kasihan. Mereka merasa tanah miliknya dirampas tanpa berani melakukan pembelaan, merasa di intimidasi. Itu keluhan yang banyak disampaikan warga,” ulasnya.
Mengenai dasar pembelian lahan di Pantai Sejarah oleh Elfi, disebutkan dalam rangka menolong warga yang membutuhkan uang,” sebutnya.
Disamping itu, dirinya membeli lahan di tempat tersebut menurut Elfi juga pertimbangan kepentingan masyarakat sekitar.
Ketika itu ada pembeli dari luar kabupaten yang berminat membeli tanah tersebut. Ada kekhawatiran warga jika pembeli dari luar, maka warga sekitar tidak bisa bekerja di Pantai Sejarah dan akan jadi penonton di Kampung Sendiri.
Bagi Elfi Haris pribadi, Pantai Sejarah adalah Kawasan Wisata dari zaman dahulu sampai sekarang. Jauh lebih dulu dari pantai-pantai lain seperti Pantai Bunga, Pantai Sujono.
Sebagai bukti itikad baiknya untuk menolong warga setempat, Elfi Haris menjanjikan siapapun yang akan mengelola pantai tersebut dipersilahkan. Sepanjang diprioritaskan untuk kesejahteraan masyarakat setempat dan masyarakat lain mencari nafkah disana, dapat juga menambah Pendapat Asli Daerah (PAD).
“Namun yang pasti ada Etika, adalah Izin dan pemberitahuan kepada pemilik lahan,” ingatnya.
Sekedar diketahui, Tim Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara telah turun ke Pantai Sejarah Perupuk, Rabu (25/11/2020). Disitu tim melakukan pengukuran dan pematokan areal yang disebut hutan mangrove.
Reporter: Staf07
Editor: Hermanto
More Stories
Panwaslu Kecamatan Datuk Lima Puluh Melakukan Rakernis Pilgub dan Pilbup, KIPP: Jangan Seperti Memilih Kucing Dalam Karung
Calon Wakil Bupati Dairi, No Urut 4 Menghadiri Pengajian Akbar di Tiga Kecamatan
Polres Padang Lawas Melaksanakan Kegiatan Penanaman Jagung Dalam Rangka Ketahanan Pangan