Oleh: Elsa Karina Br. Gultom
Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Medan (Media Berantas Kriminal)
Tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dikenal istilah money laundering memiliki ciri khas, yaitu merupakan kejahatan ganda. Bentuk pencucian uang bersifat follow up crime dari tindak pidana kejahatan asalnya yang disebut sebagai predicate offense. Pada akhir tahun 2022, Kejari Belawan pernah menuntut pelaku perkara TPPU (inisial H bersama-sama dengan inisial A) yang tindak pidana asalnya merupakan tindak pidana penggelapan/Pasal 372 KUHP yang sebelumnya telah in kracht berdasarkan Putusan Mahkamah Agung. Tindak pidana penggelapan merupakan predicate offense yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) huruf q Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencuciang Uang (UU TPPU).
Kriminalisasi TPPU diatur dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 10 UU TPPU, yang mana dapat dibagi menjadi TPPU secara aktif dan TPPU secara pasif. TPPU secara aktif adalah TPPU yang dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 UU TPPU, sedangkan TPPU secara pasif diatur dalam Pasal 5 UU TPPU. Dalam kasus ini, Perbuatan H bersama-sama dengan A telah dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana penggelapan dan menghasilkan harta kekayaan, yang kemudian atas hasil tindak pidana yang diduga dari kejahatan tersebut, A dan H melakukan perbuatan dengan tujuan untuk menyembunyikan dan/atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan hasil tindak pidananya dengan cara-cara sebagaimana unsur Pasal 3 UU TPPU, yakni menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan.
Adapun perbuatan H yakni mentransfer uang hasil tindak pidana (proceed of crime) untuk membayarkan angsuran pokok pinjaman atau bunga kepada Bank Permata kantor cabang Zainul Aripin dengan plafon pinjaman sebesar Rp1.500.000.000,- yang periodenya bersamaan atau setelah periode waktu terjadinya tindak pidana asal. Unsur perbuatan lain diketahui H telah mengatur sedemikian rupa agar harta kekayaan yang berasal dari hasil tindak pidana penggelapan berupa uang hasil penjualan kacang-kacangan kepada customer dibayarkan/diserahkan secara tunai kepada Saksi S untuk kemudian hasil uang tunai tersebut diserahkan kepada A, selanjutnya A dapat menyetorkan uang tersebut ke rekening BCA milik A dan atas perintah H uang yang ada di rekening BCA milik A tersebut kemudian dilakukan pentransferan ke rekening lain sesuai dengan jumlah yang diminta oleh H. H juga telah melakukan perbuatan lain dengan memerintahkan WL untuk melakukan pembayaran atas kacang-kacangan yang dibelinya dengan cara tunai, saksi WL diminta oleh H untuk membayarkan harta hasil tindak pidana dengan cara melakukan setoran tunai baik di mesin CSM ataupun di counter teller dengan tujuan dua rekening BCA milik H. Transaksi yang dilakukan secara tunai tersebut patut diduga dilakukan untuk memutus keterkaitan atau mata rantai transaksi yang diperoleh dari hasil tindak pidana sehingga seolah-olah tidak lagi terlihat berasal dari hasil kejahatan.
Adapun perbuatan A yakni menempatkan harta kekayaan hasil tindak pidana yang diduga berasal dari hasil penjualan kacang-kacangan yang berasal dari Saksi DR dan saksi DC, yang mana sebelumnya diketahui bahwa Saksi S telah melakukan penagihan/pengutipan hasil penjualan kacang secara tunai kepada pembeli yang kemudian diserahkan kepada A untuk kemudian A melakukan penempatan ke Rekening Simpanan BCA milik H dan A. Perbuatan A yang telah mentransferkan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana atas sejumlah uang yang telah dilakukan penempatan ke rekening milik H kemudian ditransferkan ke rekening A kemudian digunakan untuk keperluan H antara lain untuk ditransferkan ke Rek permata milik A sebagai pembayaran utang pinjaman di Bank Permata ataupun ditransferkan kembali ke rekening A untuk menjauhkan asal-usul harta kekayaan sehingga tidak terlihat berasal dari sumber yang sah. A juga telah melakukan perbuatan lain dengan membuka rekening penampungan baru pada tanggal 17 September 2019 di Bank Permata yang dari pengamatan ahli PPATK pada mutasi transaksi rekening tersebut diketahui bahwa sumber dana masuk terbesar adalah dari rekening H di Bank Permata dengan keterangan “PB Dari H Permatamobile” patut diduga tujuan pembukaan rekening tersebut adalah digunakan untuk menjauhkan asal-usul harta kekayaan hasil tindak pidana dan mempersulit pelacakan aliran dana dengan melakukan pola transaksi U-TURN.
Oleh karena itu, tahapan placement atau penempatan adalah tahap awal saat pelaku TPPU memasukan harta kekayaan hasil tindak pidana kedalam sistem keuangan, concern awal tahapan placement adalah untuk transaksi yang bersifat tunai, namun seiring perkembangan tahapan placement tidak lagi dipahami sebatas transaksi tunai namun juga transaksi pemindahan, setoran melalui ATM atau pentransferan atas harta hasil tindak pidana yang pertama kali masuk ke dalam sistem keuangan. Dalam perkara ini tahapan placement terlihat dari perbuatan terdakwa yang meminta saksi WL agar menyetorkan secara tunai atau mentransferkan harta hasil tindak pidana ke dua rekening BCA milik H.
Tahapan layering atau pemisahan adalah upaya yang dilakukan untuk menjauhkan keterkaitan atau hubungan atas harta kekayaan hasil tindak pidana dengan melakukan transaksi pentransferan, penukaran, pengalihan, dsb. Dalam perkara ini terlihat bahwa rekening penampungan awal atas harta hasil tindak pidana adalah rekening BCA H dan rekening BCA A, setelah rekening menerima penyetoran atau pentransferan dilakukan transaksi-transaksi keuangan secara pentransferan dari rekening BCA ke rekening Permata atau sebaliknya dari rekening permata milik A ke rekening BCA H dalam kurun waktu tertentu. Terlihat juga pola transaksi U-Turn dimana antara jumlah uang masuk dan uang keluar dari pihak yang sama memiliki jumlah nominal yang sama.
Tahapan integration atau penggabungan/integrasi umumnya dilakukan untuk pembelian asset bergerak atau tidak bergerak baik yang diatasnamakan atas nama pihak lain atau atas nama pelaku TPPU sendiri. Pada kasus ini meskipun pola integration untuk pembelian asset tidak terlihat dalam penjelasan mutasi transaksi baik di rekening H ataupun di rek A. Dengan terpenuhinya unsur-unsur TPPU secara aktif yang dilakukan oleh H dan A, maka sudah tepat Jaksa Penuntut Umum pada Kejari Belawan menuntut H dan A dengan UU TPPU, sehingga tindak pidana tidak hanya berhenti pada kejahatan asal saja, namun tetap dapat diusut tuntas sampai dengan follow up crime-nya yakni TPPU. Pidana tersebut bermanfaat bagi para korban yang serta dalam putusannya sisa uang atas TPPU yang dilakukan A dan H dapat dikembalikan kepada para korban dan pidana tersebut dapat menjadi efek jera bagi masyarakat agar tidak meraup keuntungan atas kejahatan yang telah dilakukan. (RED)
Reporter : R. Panjaitan
Editor : Her/RED
More Stories
Pasca Diperiksa KPK Terbongkar Korupsi Model Baru Disdik Sumut, Buat Seminar Zoom Raup Rp2,4 Milyar
Diduga Oknum Rukun Warga (RW) “Tidak Netral” sebagai Mediator dan Penengah dalam Menyelesaikan Konflik antar Warga di Kelurahan Setia Negara, Kecamatan Siantar Sitalasari
Sepekan Ini, 25 November hingga 1 Desember 2024, Polda Sumut Menangkap Sebanyak 24 Tersangka dari 22 Kasus Narkoba